Dunia

UU Baru, Status Warga Keturunan Arab di Israel Diturunkan

ISRAEL - Para penduduk Israel dari komunitas Arab mengecam pengesahan undang-undang baru yang menyatakan bahwa hanya orang Yahudi saja yang berhak menentukan nasib sendiri di negara itu.

Pada intinya, undang-undang 'negara bangsa Yahudi' yang disahkan pada Rabu malam 18 Juli menyatakan bahwa "Israel adalah Tanah Air bangsa Yahudi yang bersejarah sehingga mereka punya hak eksklusif menentukan nasib sendiri di dalamnya".

Sebagai dampaknya, UU tersebut mencabut bahasa Arab dari daftar bahasa resmi dan menegaskan bahwa Yerusalem yang "utuh dan bersatu" sebagai ibu kota Israel.

Sontak pengesahan UU tersebut mendapat kecaman di dalam Israel sendiri. Jumlah warga Arab, banyak di antara mereka keturunan Palestina, di Israel mencapai sekitar 20% dari total penduduk sembilan juta jiwa.

Di antara mereka yang bersuara lantang adalah para anggota parlemen Israel yang berasal dari keluarga Arab. Dengan UU baru, mereka pada umumnya merasa status mereka sebagai warga negara diturunkan.

"Undang-undang kebangsaan ini merupakan kejahatan berlatar belakang kebencian terhadap warga negara Arab, terhadap minoritas Arab, dengan pasal-pasal rasis -- khususnya tentang permukiman Yahudi, dan pasal-pasal tentang penurunan status bahasa Arab," tegas Ahmaed Tibi, salah seorang anggota parlemen dari minoritas Arab.

Berpotensi Dikucilkan

Sejumlah anggota parlemen dari kubu oposisi menyebut UU tersebut diskriminatif dan memecah belah. Politikus kondang, Aida Touma-Sliman, menamakan undang-undang ini sebagai permulaan dari apartheid di Israel.

"Apa yang sebelumnya menjadi semacam kebijakan de facto yang mendiskriminasikan kita dan tidak menempatkan kita sebagai warga negara yang setara, mulai sekarang sudah masuk dalam undang-undang dan peraturan konstitusional di Israel bahwa kita memang tidak setara," tegas Aida Touma-Sliman.

"Dan jika sebelumnya kita dapat menggugat jika mengalami diskriminasi atau ada kebijakan diskriminatif ke Mahkamah Agung, maka mulai sekarang kebijakan itu sudah menjadi peraturan. Itulah situasinya. Ini sebenarnya adalah permulaan atau deklarasi rejim apartheid di Israel," tambah politikus Israel keturunan Arab itu.

Sebaliknya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut pemberlakuan UU baru itu sebagai "momen menentukan" dalam sejarah Israel.

"Israel adalah bangsa negara orang-orang Yahudi, dan menghormati hak-hak semua warga negaranya," katanya.

Kendati demikian, undang-undang yang didukung oleh 62 anggota parlemen dan ditolak oleh 55 anggota itu berpotensi mengucilkan lebih lanjut minoritas Arab yang sudah lama merasa mengalami diskriminasi.

Hak warga keturunan Arab sama dengan warga Yahudi, namun sejak lama mereka mengeluh diperlakukan sebagai warga kelas dua dan didiskriminasi di bidang pendidikan, kesehatan, dan perumahan.*