Kebanyakan Nabi Anak Yatim, Ini Hikmah Dari Kisahnya

Sabtu, 26 Januari 2019 - 12:38:00 WIB

ilustrasi (sumber;internet)

JAKARTA - Sebagian banyak nabi, terutama 25 nabi yang wajib kita ketahui adalah anak yatim. Sebut saja Nabi Muhammad SAW yang sudah tidak memiliki ayah sejak dilahirkan, kemudian ditinggalkan ibunya ketika berusia 6 tahun.

Kemudian Nabi Yusuf yang sudah ditinggalkan ibunya ketika masih kecil, lalu Nabi Zakaria yang sudah tidak memiliki ayah dan ibu sejak kecil. Selain mereka, masih banyak nabi lainnya yang jadi anak yatim seperti Nabi Sulaiman dan Musa.

Ada alasan kenapa kebanyakan nabi yatim sejak mereka kecil dan ada hikmah besar di balik semua itu. Mari kita simak baik-baik pembahasannya berikut ini, semoga bisa menjadi bahan pelajaran buat kita semua.

Para nabi memiliki tugas untuk menyampaikan wahyu dari Allah kepada umat manusia agar mereka menempuh jalan yang benar dan tidak mempersekutukan Allah. Dalam misinya menyampaikan risalah, tentu saja para nabi akan mendapatkan berbagai macam cobaan dan rintangan yang sangat berat.

Menghargai kasih sayang.
Membingbing umat manusia ke jalan yang benar bukan perkara yang mudah. Oleh karena itu Allah sudah mendidik para nabi sejak mereka kecil, yaitu dengan mengambil orang-orang yang mereka cintai sejak dari kecil, yaitu ayah dan ibunya.

Dengan hidup sebatang karang, para nabi akan menghargai kasih sayang lebih dari siapapun. Kasih sayang inilah yang akan disebarkan oleh para nabi untuk mengajak umat manusia ke jalan yang benar. Sebab dakwah tidak bisa dilakukan dengan kekerasan, tapi harus dilakukan dengan penuh perasaan dibarengi akhlak yang mulia, serta disertai kesabaran dan keikhlasan.

Para nabi akan dibiasakan hidup penuh rintangan dan penderitaan sejak kecil sehingga mereka tidak akan mundur ketika mendapat perlakukan kasar dari umatnya kelak. Para nabi akan tetap bertahan dan terus melanjutkan dakwahnya meski diancam akan dibunuh, dihina, dicaci maki dan bahkan harus meninggalkan orang yang dicintainya, seperti Nabi Ibrahim yang harus meninggalkan ayahnya.

Memusatkan hati hanya untuk mencintai Allah.
Rasa kesepian yang dialami para nabi dijadikan jembatan untuk menghubungkan hatinya kepada Allah. Hanya orang yang selalu menghubungkan hatinya dengan Allah yang akan diberikan petunjuk dan keistiqomaahan. Seorang nabi harus istiqomah dalam menjalankan risalahNya meskipun berbagai macam penderitaan selalu menghampirinya.

Barang kali Allah menghendaki agar anak yatim hanya beserah diri pada Allah dan memusatkan cintanya hanya kepada Allah, bukan kepada selain Allah. Kasih sayang Allah jauh lebih besar dari seorang ibu, dan Allah jauh lebih kuat dari sosok ayah. Tidak ada yang mampu menandingi kekuasaan Allah.

Apapun yang kita cintai di dunia ini, ibu, ayah, anak, istri, harta dan tahta, tak peduli seberapa besar apapun cinta kita pada mereka, pada akhirnya maut akan memisahkan kita dengan mereka. Hanya cinta pada Allah yang tidak akan bisa dipisahkan oleh maut.

Oleh karena itu, Allah mengajarkan banyak hal tentang cinta melalui kesendirian dan penderitaan para nabi agar hati kita selalu mencintai Allah di atas segalanya. Cinta pada Allah yang disertai pembuktikan akan membuat kita mendapatkan dunia dan akhirat. Sedangkan sebaliknya, cinta pada dunia akan membuat kita lupa pada Allah dan akhirat.

Hikmahnya, di balik semua kesulitan yang kita hadapi, Allah ingin mendidik kita agar kita kembali memusatkan hati kita hanya untuk mencintai Allah, bukan mencintai dunia yang hanya sementara.*