WNI Petinggi ISIS Tewas di Suriah

Rabu, 13 Februari 2019 - 07:33:00 WIB

ilustrasi (sumber;internet)

SURIAH - Seorang warga Indonesia yang bergabung dengan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), Muhammad Saifuddin alias Abu Walid, meninggal dalam pertempuran sengit dengan pasukan koalisi Amerika Serikat, Inggris, Prancis dan Kurdi. Dia dilaporkan tewas di Provinsi Deir al-Zour pada 29 Januari, yang menjadi pertahanan terakhir ISIS.

Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo, Saifuddin meninggal dalam pertempuran bersama seorang temannya yang juga militan ISIS, Mohammed Karim Yusop Faiz.

"Dia meninggal karena terkena serpihan akibat tembakan tank angkatan bersenjata Suriah dalam pertempuran," kata Dedi.

Seperti dilansir Associated Press, Rabu (13/2/2019), kabar tewasnya Saifuddin dibenarkan oleh pihak keluarga. Kakak mendiang, Muinudinillah Basri, menyatakan mereka mendapatkan gambar jasad Saifuddin yang dikirim melalui aplikasi pesan singkat.

"Ada foto jenazahnya dan saya mengenalinya," kata Basri.

Pemerintah Amerika Serikat pada Agustus 2018 menyatakan mendiang Saifuddin beserta dua orang lainnya, Mohammad Rafi Udin (warga Malaysia) dan Mohammed Reza Lahaman Kiram (warga Filipina), masuk dalam daftar teroris dunia.

Mendiang Saifuddin beberapa kali muncul dalam rekaman video ISIS. Tiga tahun lalu, dia disebut sebagai salah satu dari tiga algojo yang mengeksekusi tiga warga asing, termasuk seorang jurnalis asal Jepang, Kenji Goto.

Basri menyatakan dia tidak pernah mendapat kabar dari adiknya, sejak Saifuddin pergi dari Indonesia bersama anak istrinya ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS sekitar empat tahun lalu. Dia menyatakan adiknya menjadi radikal ketika pecah kerusuhan di Ambon pada 1999 hingga 2001. Saifuddin pergi ke Ambon bersama saudara kembarnya, yang tewas dalam kerusuhan.

Setelah peristiwa Bom Bali I pada 2002, Saifuddin disebut pergi ke selatan Filipina bersama dengan dua militan senior. Dia lantas bergabung dengan kelompok bersenjata setempat.

Aparat Filipina berhasil menangkap Saifuddin pada 2007 ketika dia hendak kembali ke Indonesia. Dia dipenjara selama sembilan tahun karena mencoba menyelundupkan senjata dan bahan peledak.

Setelah bebas pada 2013, Saifuddin kemudian menikahi seorang janda pelaku bom bunuh diri. Dia kemudian menghilang dan aktivitasnya tidak diketahui aparat. Namun, dia mendadak muncul dalam video propaganda ISIS yang meminta kaum Muslim di Indonesia bergabung dengan ISIS dan berperang di Suriah dan selatan Filipina.

Menurut salah satu mantan narapidana terorisme, Sofyan Tsauri, Saifuddin adalah satu-satunya orang Indonesia dengan kedudukan paling tinggi di ISIS. Bahkan menurut dia, pemimpin ISIS, Abu Bakar al-Baghdadi, memintanya untuk memimpin para militan dari Asia Tenggara.

Polri menyatakan Saifuddin pula yang membiayai keberangkatan seorang tersangka terorisme, Harry Kuncoro, yang berhasil ditangkap ketika hendak menuju Suriah. Harry dibekuk di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada Januari lalu.

Menurut Polri, Harry divonis bersalah dalam tindak pidana terorisme karena melindungi Umar Patek, yang saat ini menjadi narapidana, dan menyimpan senjata api. Dia baru bebas setelah menerima grasi pada 2018.

Setelah bebas, Harry lantas mengontak Saifuddin melalui aplikasi Telegram. Dari percakapan itu, Saifuddin yang mengirimkan dana sebesar US$2,100 (sekitar Rp30 juta) untuk mengurus dokumen dan biaya perjalanan. Dia bisa membuat paspor berbekal kartu tanda pengenal palsu.

Saifuddin juga memberi saran supaya Harry pergi ke Suriah melalui provinsi Khurasan di Iran. Sebab, ada seorang militan asal Indonesia yang tinggal di sana.*