Kisah Pisahnya Sumatera dan Jawa, Ada Andil Krakatau Purba

Ahad, 24 Februari 2019 - 13:10:00 WIB

Ilustrasi.(sumber;internet)

JAKARTA - Gunung Krakatau Purba diperkirakan pernah meletus dasyat 1300 tahun yang lalu. Letusan inilah yang menyebabkan Pulau Jawa dan Sumatera terpisah seperti sekarang ini.

Melihat kawasan gunung Krakatau di Selat Sunda, para ahli pernah memperkirakan bahwa pada masa purba terdapat gunung yang sangat besar di selat Sunda yang kemudian meletus dasyat dan melahirkan kaldera atau kawah besar yang disebut Gunung Krakatau Purba.

Gunung Krakatau Purba ini dipercaya merupakan induk dari Gunung Krakatau, yang juga telah meletus dan hilang pada tahun 1883 silam. Gunung Krakatau purba yang telah meletus 1300 tahun silam itu terbentuk dari bebatuan andesitik.

Sekitar 1300 tahun lalu, atau diperkirakan pada tahun 535, gunung Krakatau purba meleus dasyat. Letusan ini terjadi selama 34 jam dan memuntahkan 200 km3 material vulkanik seperti pasir, debu halus, kerikil, hingga bom yang dilontarkan ke stratosfer, sehingga menutupi matahari.

Dunia menjadi gelap gulita akibat letusan Krakatau Purba ini. Suhu udara di Khatulistiwa diperkirakan turun 100C.

Karena terlalu banyaknya material yang dimuntahkan oleh Krakatau purba membuat tubuh gunung ambruk, menghasilkan kaldera sepanjang 40 km x 60 km dan membentuk selat sudah, sebuah selat yang memisahkan antara pulau Jawa dan Pulau Sumatera.

Akibat ledakan gunung Krakatau purba tersebut, tiga perempat tubuh Krakatau purba hancur menyisahkan kaldera atay kawah besar di selat sunda.

Sisi-sisi atau tepi kawahnya dikenal sebagai pulau Rakata, Pulau Panjang dan juga Pulau Sertung. Dalam catatan lain, tiga pulau ini disebut dengan nama yang berbeda yakni pulau Rakata, Pulaua Rakata Kecil dan Pulau Sertung.

Letusan gunung ini disinyalir bertanggungjawab atas terjadinya kegelapan di muka bumi. Penyakit sempar bubonic kemudian dialami oleh masyarakat yang sempat selamat akibat letusan gunung tersebut karena temperature bumi yang menjadi dingin seketika dan secara signifikan berkontribusi pada mengurangnya populasi manusia di muka bumi.

Letusan ini juga diperkirakan turut ambil bagian atas berakhirnya masa kejayaan Persia purba, transmutasi kerajaan Romawi ke Kerajaan Byzantium, dan berakhirnya peradaban Arabia Selatan, punahnya kota besar Maya, Tikal dan jatuhnya peradaban Nazca di  Amerika Selatan.

Ledakan Krakatau purba juga diperkirakan berlangsung selama 10 hari dengan perkirakaan kecepatan muntahan massa mencapai 1 juta ton per detiknya. Ledakan tersebut telah membentuk perisai atmosfer setebal 20-150 meter, menurunkan temperature bumi sebesar 5-10 derajat selama 10-20 tahun.

Berdasarkan catatan kuno, dalam sebuah teks Jawa Kuno yang berjudul Pustaka Raja Parwa menceritakan kejadian ini. Teks yang diperkirkan ditulis pada 416 masehi itu isinya tidak lain adalah menceritakan kronologis letusan gunung Krakatau purba. Begini bunyinya:

“Ada suara gumuruh yang menggelegar berasal dari Gunung Batuwara. Ada pula goncangan bumi yang menakutnya, kegelapan total, petir dan kilat. Kemudian datanglah badai angina dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia. Sebuah banjir besar daatang dari Gunung Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula. Ketika air menenggelamkannya, Pulau Jawa terpisah menjadi dua, menciptakan pulau Sumatera,” bunyi catatan kuno tersebut.

Dilain pihak, pakar Geologi, Berend George Escher dan beberapa ahli lain berpendapat bahwa kejadian alam yang diceritakan dalam teks jawa Kuno tersebut menceritakan letusan gunung Krakatau Pubra, meski dalam teks tersebut gunung Krakatau Purba disebut sebagau Gunung Batuwara.

Berdasarkan teks itu juga diketahui bahwa tinggi gunung Krakatau Purba ini mencapai 2.000 meter diatas permukaan laut dan lingkaran pantainya mencapai 11 kilometer lebih.*