'Gaji' Driver Gojek 25 Persen Lebih Tinggi dari UMK

Jumat, 22 Maret 2019 - 07:12:00 WIB

Ilustrasi.(sumber;internet)

JAKARTA - Riset Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) menunjukkan rata-rata penghasilan mitra Gojek, khususnya Go-Ride sepanjang 2018 lebih tinggi dari Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).

Wakil Kepala LD FEB UI Paksi C K Walandouw menuturkan rata-rata pendapatan mitra Go-Ride di Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek) pada tahun lalu sebesar Rp4,9 juta per bulan, lebih tinggi 25,64 persen dibandingkan dengan UMK yang ditetapkan sebesar Rp3,9 juta per bulan.

Sementara itu, bagi mitra yang berada di luar Jabodetabek memiliki penghasilan rata-rata Rp3,8 juta per bulan. Meski lebih kecil dari mitra di Jabodetabek, tapi tetap jumlahnya lebih besar dari UMK non Jabodetabek yang sebesar Rp2,8 juta per bulan.

Adapun, rata-rata pendapatan supir Go-Car jumlahnya lebih tinggi dari Go-Ride. Lebih rinci, pekerja yang beroperasi di Jabodetabek mendapatkan penghasilan rata-rata sebulan Rp6 juta, sedangkan di luar Jabodetabek sebesar Rp5,5 juta.

Tak ketinggalan, pendapatan mitra Go-Life juga hampir sama dengan Go-Ride. Dalam satu bulan sang mitra yang berlokasi di Jabodetabek rata-rata mengantongi penghasilan Rp4,8 juta, lalu di luar Jabodetabek Rp4,3 juta.

"Penghasilan mereka bertambah setelah menjadi mitra Gojek. Untuk Go-Ride penghasilan meningkat 45 persen, mitra Go-Car naik 42 persen, dan Go-Life sampai 72 persen," tutur Paksi, Kamis (21/3).

Peningkatan penghasilan karena mitra Gojek atau ojek online (ojol) lebih mudah dalam mendapatkan konsumen dibandingkan saat masih menjadi ojek dengan cara konvensional. Dengan kenaikan pendapatan yang diraup per bulan, kata Paksi, mereka memiliki ruang lebih untuk memenuhi kebutuhannya.

"Mitra lebih sejahtera dan naik mobilitas ekonominya. Pengeluaran mitra Go-Ride meningkat 25 persen setelah bergabung, Go-Car 32 persen, dan Go-Life 19 persen," ujar dia.

Uniknya, pertumbuhan pendapatan Go-Life tercatat paling banyak tapi tingkat pengeluarannya justru yang paling rendah. Paksi menyebut hal ini karena mayoritas atau 70 persen mitra Go-Life adalah perempuan.

"Mungkin karena perempuan jadi lebih jago untuk menabung, pendapatannya naik paling tinggi tapi pengeluarannya paling kecil. Tetap ada pengeluaran tapi ada juga yang ditabung," papar Paksi.

Lebih jauh dia menjelaskan dampak dari pekerjaan informal ini berpotensi meningkatkan kesejahteraan keluarga mitra transportasi online ini. Dalam survei yang dilakukan, sebanyak 87 persen dari 3.886 responden Go-Ride mengaku bisa menghidupi keluarganya dengan layak, lalu 91 persen dari 1.010 responden mitra Go-Car optimistis bisa menyekolahkan anaknya.

"Ada tiga manfaat juga buat mereka misalnya bisa mengatur waktu kerja, bisa membiayai keluarga, dan punya waktu lebih banyak dengan keluarga," jelasnya.

Sementara itu, terkait tarif ojek online yang kini masih digodok akan mempengaruhi pendapatan mitra ke depannya. Bila pemerintah mengamini permintaan supir ojek online dengan nilai Rp3.000 per km, maka pendapatan mereka semakin menjulang dan kontribusi ke ekonomi nasional juga bertambah.

"Setiap kenaikan nantinya sebenarnya berapa pun akan berpengaruh ke pendapatan, tapi kami belum ada spesifik angka berapa persen pengaruhnya," ujar Paksi.

Ia menambahkan mitra tak perlu takut kehilangan konsumen jika harga tarif memang dinaikkan. Pasalnya, dari survei yang dilakukan menunjukkan masyarakat Indonesia tetap lebih suka kemudahan dengan transportasi online ini dibandingkan dengan jalan kaki atau menggunakan transportasi lainnya.

"Dari survei kita melihat kalau ojek tetap jadi pilihan ya, lebih nyaman dan cepat," katanya.*