News

Fadli Zon Klaim Gerindra Pantas Dapat Ketua MPR

JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan partainya pantas menduduki kursi Ketua MPR periode 2019-2024.

Menurutnya, Gerindra adalah partai politik yang meraih suara terbanyak kedua di Pemilu 2019 lalu sehingga wajar ingin menduduki kursi Ketua MPR periode mendatang.

"Saya kira sangat pantas (Gerindra dapat Ketua MPR), Gerinda ini nomor dua secara suara masyarakat," kata Fadli kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Namun begitu, dia menyampaikan, Gerindra tidak mempersoalkan bila partai politik besutan Prabowo Subianto itu nantinya hanya menduduki jabatan Wakil Ketua MPR. 

Bagi Fadli, hal terpenting adalah Gerindra bisa berada di jajaran pimpinan MPR periode mendatang.

"Ya artinya di pimpinan lah, nanti dilihat, nanti bagaimana, kalau bisa Ketua MPR, atau wakil Ketua MPR, tapi di pimpinan MPR," ucapnya.

Fadli menerangkan Gerindra masih terus menjalin komunikasi politik dengan sejumlah partai untuk membahas paket pimpinan MPR yang akan diusung. Menurutnya, pembahasan terkait hal tersebut sudah semakin cair saat ini. 

"Sekarang komunikasi politik sudah berjalan, seperti kita ketahui sudah semakin cair. Tentu bisa saja terjadi komunikasi-komunikasi yang menghasilkan posisi-posisi baru di dalam paket itu nantinya," ucap Fadli.

Posisi Ketua MPR periode 2019-2024 menjadi incaran sejumlah partai. Baik yang ada di kubus pengusung Joko Widodo-Ma'ruf Amin, mau pun Prabowo-Sandiaga Uno pada Pilpres 2019 lalu.

Di kubu parpol pengusung Jokowi-Ma'ruf, tiga parpol yakni Golkar, PKB, dan PDIP menyatakan membidik kursi Ketua MPR periode mendatang. Sementara di kubu parpol koalisi Prabowo-Sandi terdapat Gerindra dan Demokrat yang menyatakan membidik jabatan tersebut.

PDIP Ungkap Alasan Incar Ketua MPR

Sementara itu, Ketua DPP PDIP Bambang Dwi Hartono mengatakan PDIP mengincar kursi Ketua MPR agar dapat merealisasikan amandemen terbatas terhadap UUD 1945.

Bambang menuturkan PDIP ingin amandemen UUD 1945 menjadikan kembali MPR sebagai lembaga negara tertinggi yang memiliki kewenangan menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

"Tidak adanya lembaga tertinggi termasuk tidak adanya haluan negara ini kan produk amandemen. Kemudian kita merasakan, dengan tidak adanya GBHN maka yang jadian presiden apa?" ujar Bambang di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Senin (5/8).

Bambang menuturkan panduan presiden dalam menjalan roda pemerintahan akibat tidak adanya GBHN adalah janji kampanye dalam Pemilu. Ia berkata janji kampanye itu kemudian diterjemahkan oleh Badan Perencanaan Nasional ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP).

Akan tetapi, ia menyampaikan RPJP yang dihasilkan oleh setiap presiden dalam praktiknya hanya bertahan paling lama selama 10 tahun. Hal itu, kata dia, terjadi karena setiap presiden hanya boleh menjabat selama dua periode.

"Jadi total kalau presiden ini menang dua kali bisa melaksanakan mimpi itu selama 10 tahun. Yang namanya vision atau mimpi kan mestinya jangka panjang," ujarnya.

"Nah itulah perlunya haluan negara karena ada jangka waktu minimal ya mungkin 50 tahun," ujar Bambang.

Terkait dengan tidak adanya GBHN, Bambang lantas mengungkit pernyataan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. Ia berkata tidak adanya GBHN membuat Indonesia seperti tarian 'poco-poco'.

Sementara jika ada GBHN, ia berkata presiden dipandu untuk mengetahui mimpi bangsa ke depan.

"Presiden dua periode katakanlah sudah membawa kemajuan lima langkah kemudian presiden berikutnya dua periode bukannya maju, mungkin miring atau mundur. Jadi maju mundur aja. Itulah yang menjadi dasar sehingga memberikan mimpi panjang itu menjadi sangat urgent," ujarnya.

Di sisi lain, Bambang membantah amandemen UUD 1945 untuk memberi kewenangan bagi MPR untuk menetapkan presiden. Sebab, ia berkata UU saat ini sudah menyatakan presiden dipilih secara langsung oleh rakyat.

"Pilihan langsung ini kan sudah menjadi komitmen dan sudah dituangkan di dalam UU. Jadi kalau model lama kan presiden jadi mandataris," ujar Bambang.

Ia menambahkan, ia kembali menegaskan PDIP hanya mengincar kursi Ketua MPR. Adapun Ketua DPR, ia berkata sudah secara otomatis akan dimiliki oleh PDIP selaku partai pemenang pemilu sebagaimana ketentuan UU MD3.

"Sebenarnya produk lama seperti itu kan hanya pernah mengalami perubahan sehingga di tingkat pusat terjadi perubahan kemudian di tingkat provinsi dan kota/kabupaten sampai sekarang tetap," ujarnya.*