Info Wisata

Indonesia Berharap 5 Juta Wisman Muslim

Ilustrasi wisata halal. (sumber;internet)

JAKARTA - Kementerian Pariwisata (Kemenpar) baru saja meluncurkan program Indonesia Muslim Travel Index (IMTI) dan Hot Deals ViWi 2018 Middle East. Dua program itu dilakukan dalam rangka menempatkan nama Indonesia di peringkat teratas dalam daftar Global Muslim Travel Index (GMTI) tahun depan.

Menteri Pariwisata Arief Yahya menjelaskan GMTI adalah standar untuk indutri halal dunia yang paling dikenal. Sehingga berada di peringkat teratas GMTI 2019 merupakan ajang untuk 'menjual' nama Indonesia sebagai destinasi wisata ramah Muslim kelas dunia. 

"Indonesia saat ini berada di peringkat ke-dua sebagai destinasi halal dunia versi GMTI 2018 bersama dengan Uni Emirat Arab, sedangkan peringkat pertama ditempati Malaysia. Kita akan mengalahkan Malaysia pada GMTI 2019," kata Arief di Jakarta, Kemarin.

Arief mengingatkan tidak serta merta karena mayoritas penduduk Indonesia pemeluk Islam maka wisatawan mancanegara (wisman) Muslim mau datang berwisata ke Indonesia. Menurutnya hal yang harus dioptimalkan terlebih dahulu adalah pelayanan dan kesadaran pelaku usaha wisata untuk sertifikasi halal, sehingga wisman Muslim semakin yakin datang berwisata.

Ketua Tim Percepatan Wisata Halal Riyanto Sofyan mengatakan wisata halal harus memberikan kemudahan bagi wisatawan Muslim untuk memenuhi kebutuhannya, mulai dari tempat makan halal, tempat ibadah sampai kamar mandi.

Riyanto mengatakan pemerintah menargetkan 5 juta wisman Muslim bisa berkunjung ke Indonesia hingga 2019, atau sekitar 25 persen dari total target 20 juta wisman yang ke Indonesia. Berdasarkan data GMTI 2018, hingga tahun 2020 wisman Muslim yang bepergian ke luar negeri akan mencapai jumlah 156 juta orang dengan perputaran uang sebesar US$220 miliar. 

Sementara itu, Riyanto menambahkan, jumlah uang yang dikeluarkan oleh wisman Muslim jauh lebih besar ketimbang wisman pada umumnya. Riyanto menyebutkan setiap wisman mulim yang ke Indonesia bisa mengeluarkan sekitar US$2.500 per kunjungan, sedangkan wisman pada umumnya hanya US$1.100 per turis per kunjungan.

"Coba kita anggap pengeluaran wisman Muslim itu US$1.500 saja, kalau dikali target tahun depan yakni 5 juta orang, maka akan menghasilkan US$1,5 miliar," ujar Riyanto.

Belum lagi durasi menginap wisman Muslim terbilang lebih lama. Jika durasi menginap wisman non-Muslim hanya sekitar tiga sampai empat hari, maka wisman Muslim rata-rata menginap selama 10 hari, bahkan bisa lebih.

Riyanto mengatakan membangun ekosistem wisata halal bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu struktural dan pendekatan manfaat. Cara pertama, Riyanto menambahkan, sudah dilakukan dengan adanya UU No.33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

"UU itu sifatnya mandatori, jadi mengharuskan semua makanan dan restoran untuk disertifikasi halal, baik itu restoran besar maupun UMKM. Untuk yang skala kecil, pemerintah sudah memfasilitasinya lewat beberapa program," ujarnya.

Sementara cara kedua adalah pendekatan manfaat. Menurutnya beberapa pemilik restoran besar sudah mulai melihat manfaat dari sertifikasi halal terhadap produknya, khususnya dalam meningkatkan omzet.

Beberapa daerah seperti Lombok, Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Barat masuk dalam Top 5 destinasi Wisata Halal Indonesia. Bahkan Lombok sudah menyabet penghargaan detinasi wisata halal kelas dunia beberapa tahun silam.

"Jika (pemerintah daerah) serius seperti Lombok, maka memberikan subsidi untuk sertifikasi halal adalah langkah yang harus dilakukan. Sejak Lombok memenangkan world halal tourism award, jumlah kunjungan langsung meningkat sebanyak 50 persen," pungkas Riyanto.*



Loading...


[Ikuti IDNJurnal.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar

Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0813-6567-1385
atau email ke alamat : [email protected] / [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan IDNJurnal.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan
Loading...