Health

Yarsagumba, 'Obat Kuat' Himalaya Seharga Rp1,4 Miliar per Kilogram

Yarsagumba . (sumber;internet)

JAKARTA - Yarsagumba dikenal sebagai obat kuat dari Himalaya, merupakan 'tambang emas' bagi penduduk setempat karena harganya yang fantastis. Bukan emas dalam artian sebenarnya, tentu. 'Emas' di sini mengacu pada yarsagumba, sejenis jamur ulat.

Dalam bahasa Tibet, Yarsagumba memiliki arti 'rumput musim panas, ulat musim dingin'. Tanaman unik ini terbentuk saat larva ngengat yang hidup dalam tanah, terinfeksi spora jamur parasit Ophiocordyceps sinensis.

Maka, tidak heran jika musim panas tiba, desa-desa di lereng pegunungan Himalaya mendadak kosong. Penduduk desa akan mendaki dan mencari yarsagumba di lereng-lereng tinggi.

Penduduk setempat percaya, yarsagumba adalah 'obat ajaib', yang berkhasiat menyembuhkan penyakit, dari asma hingga kanker. Namun, salah satu khasiat yarsagumba yang paling dikenal adalah sebagai obat kuat. Maka, tidak heran bila kemudian yarsagumba dikenal dengan nama 'obat kuat dari Himalaya'.

"Yarsagumba harganya lebih mahal dari emas," kata Karma Lama, penjual yarsagumba kepada BBC.

Satu kilogram yarsagumba dibanderol dengan harga USD100.000 atau setara Rp1,4 miliar di pasar internasional, seperti China, Korea, Thailand, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat.

Harga yang fantastis itu lah yang membuat warga desa di lereng Himalaya rela mempertaruhkan nyawa demi mencari yarsagumba.

Sita Gurung, salah seorang pencari yarsagumba mengatakan cuaca dingin dan longsor salju adalah ancaman terbesar. "Kadang kami kehujanan dan kedinginan. Selain itu, longsor salju bisa datang mendadak," ujarnya.

"Jika longsornya besar, kami bisa terhempas ke jurang," imbuhnya.

Sita mengatakan satu buah yarsagumba dijual seharga US$3,50 - 4,50 atau setara Rp50.000-65.000. Namun, saat sudah diekspor dan sampai ke pasar internasional harganya melonjak berkali-kali lipat. Satu gramnya, dibanderol dengan harga US$100 (Rp1,4 juta).

Di sisi lain, warga yang terus-menerus mencabuti yarsagumba dari lereng Himalaya dan pengaruh pemanasan global, membuat jamur unik ini semakin langka.

"Biasanya sehari kita bisa menemukan 100 yarsagumba, namun sekarang paling banyak hanya 20 buah. Bahkan, ada kalanya kami tidak menemukan yarsagumba sama sekali," keluh Sita.

Padahal, yarsagumba merupakan sumber pemasukan terbesar bagi warga setempat. "Karena yarsagumba saya bisa membeli baju baru. Bisa punya uang untuk pergi ke Kathmandu, dan yang terpenting berkat yarsagumba, saya bisa mandiri secara finansial," kata Sita.*



Loading...


[Ikuti IDNJurnal.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar

Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0813-6567-1385
atau email ke alamat : [email protected] / [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan IDNJurnal.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan
Loading...