JAKARTA - Di Sumatera khususnya Sumatera Barat, orang sudah lama mengenal buah yang satu ini, rambai. Dulunya, buah rambai menjadi salah satu bawaan ibu-ibu yang pulang belanja di pasar tradisional. Seakan belum lengkap seorang ibu pulang dari pasar tanpa membawa oleh-oleh buah rambai untuk keluarganya.
Bahkan informasi ini juga, terinspirasi setelah istri saya membeli beberapa ikat buah rambai di pasar tradisional. Keadaan ini seakan menjadi sebuah replika masa kecil dulu saat orangtua membeli buah rambai.
Namun seiring perkembangan zaman, rambai jadi kurang disukai oleh anak-anak dan remaja. Mungkin karena buah tanaman sebangsa duku ini kurang populer, sudah mulai langka di pasaran. Atau karena rasanya yang asam manis dengan tekstur berair sehingga kurang disukai?
Rambai (Baccaurea motleyana) merupakan salah satu tanaman buah yang tumbuh liar di kebun dan dekat kerabatnya dengan duku, langsat dan kepundung. Buah rambai memang mengandung air lebih banyak dan lebih kenyal ketimbang duku.
Namun buah rambai mengandung unsur nutrisi seperti protein, mineral, vitamin C serta sakarosa, serat dan abu. Kandungan air yang banyak dapat melepas dahaga dan penawar haus dalam waktu cukup lama, serta mencegah terjadinya dehidrasi pada tubuh.
Selain itu juga serat dalam buah rambai dapat memperlancar pencernaan terutama pada usus dan lambung. Sementara itu unsur protein, mineral dan sakarosa akan mendatangkan efek mengenyangkan dan menjadi sumber energi bagi tubuh.
Ternyata buah rambai juga mengandung zat antioksiden yang dapat menangkal radikal bebas dalam tubuh. Radikal bebas dalam tubuh berasal dari polusi udara, asap dan debu serta sinar matahari.*