News

Pulau-Pulau Gambut Riau Terancam Terburai Ke Laut

Foto bersama.

PEKANBARU - Pusat Studi Bencana (PSB), salah satu pusat studi yang bernaung di bawah LPPM Universitas Riau kembali menggelar sebuah diskusi ilmiah bertemakan erosi atau abrasi lahan pesisir pulau gambut, khususnya dengan menyorot kasus yang  terjadi di Pulau Bengkalis.

Prof Koichi Yamamoto, seorang ahli 'Environmental Engineering' dan 'Sediment Transport' dari Universitas Yamaguchi, Jepang menjadi narasumber pada diskusi kali ini. Koici merupakan peneliti yang sudah sejak enam tahun terakhir aktif melakukan pengamatan di Pulau Bengkalis. Dalam diskusi ini, Yamamoto menyoroti salah satu aspek penting yang dijumpainya di lapangan, yaitu 'peat failure' dan dampaknya pada pulau-pulau gambut seperti Bengkalis. 

Ia mengemukakan proses bagaimana gambut mengalami longsor (peat slide) dan terburai ke laut (bog burst). Menurutnya, hal tersebut dipicu selain deforestasi dan alih guna lahan gambut juga masifnya kanalisasi sebagai upaya drainasi dalam pembangunan perkebunan. Kanal-kanal mengiris kubah gambut dan  mengoyakkan keutuhan lahan gambut. 

"Akibatnya, ketika hujan deras turun bongkahan-bongkahan gambut longsor dan terburai ke arah laut. Menurutnya, ini merupakan proses yang sangat degeneratif dan mengancam eksistensi pulau-pulau gambut dalam jangka panjang. Melaui proses ini, daratan pulau gambut bisa lenyap dengan laju mencapai 40 m/tahun," jelasnya, Selasa (18/6/2019).

Fenomena lain yang menarik yang ditemukan peneliti Jepang ini adalah munculnya beting-beting gambut yang ia sebut 'temporary peat fan' di sepanjang garis pesisir. Beting-beting ini tidak lain merupakan sebagian massa gambut yang terburai ke laut dan terhanyut balik ke pesisir. Orang Melayu menyebutnya serpihan gambut ini sesai. Yamamoto mengungkapkan bahwa umumnya beting-beting yang dibentuk sesai sangat tidak stabil, biasanya terburai ulang setelah beberapa bulan atau tahun. 

Meskipun demikian,  ia menemukan bahwa di lokasi yang tepat beting gambut bisa stabil dan bahkan membentuk daratan baru. Proses yang menjadi kebalikan dari erosi atau abrasi pesisir ini disebut akresi. Dalam hal ini, hasil akresi muncul di ujung barat laut Pulau Bengkalis. Salah satu faktor yang menentukan stabilitas daratan baru ini adalah kehadiran vegetasi mangrove yang perakarannya menjadi penggenggam lumpur maupun sesai. 

Diskusi ilmiah yang ditaja sebagai “PSB Peat Circle” dan berlangsung di auditorium LPPM Universitas Riau ini dihadiri oleh hampir 50 orang peserta yang terdiri para dosen, mahasiswa S1, mahasiswa S2, serta peminat umum. 

"Diharapkan forum ilmiah ini dapat semakin menarik perhatian sivitas akademis UNRI maupun masyarakat terhadap berbagai bentuk bencana, baik yang aktual maupun potensial, yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan lahan gambut, khususnya di Provinsi Riau," terang Ketua PSB, Dr Sigit Sutikno

“Jangan sampai kita kalah tahu dibanding mereka,” tambah peneliti hidrologi gambut ini.*



Loading...


[Ikuti IDNJurnal.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar

Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0813-6567-1385
atau email ke alamat : [email protected] / [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan IDNJurnal.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan
Loading...