Lingkungan

Wow! 14 juta Ha Lahan di Indonesia Kritis

Lahan Kritis di Indonesia. (Sumber;internet)

JAKARTA - Luas lahan kritis di Indonesia saat ini disebut mencapai 14 juta hektare (ha). Namun sayang, kemampuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) buat melakukan rehabilitasi lahan masih terlampau rendah. 

Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL) Ida Bagus Putera Prathama menyatakan kemampuan pemerintah untuk merehabilitasi lahan hanya mencapai 500.700 ha. Lahan kritis itu tersebar di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

"Sehingga, diperlukan waktu 48 tahun agar zero net degradation dapat tercapai, dengan asumsi ceteris paribus," kata Putera dalam sambutan pada Peringatan Hari Penanggulangan Degradasi Lahan Se-Dunia, di Gedung KLHK, Kemarin.

Menurut Putera, hal itu menjadi tantangan Indonesia dalam mencapai pencapaian target Land Degradation Neutrality (LDN) pada 2030.
Dari angka 500.700 ha tersebut, rinciannya yakni rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) dari APBN sebesar 52 ribu ha per tahun, RHL Kebun Bibit Rakyat (KBR) dan bibit produktif 30 ribu ha per tahun, RHL kerjasama pelajar, mahasiswa dan pengantin 151.450 ha per tahun.

Kemudian, RHL APBD 125 ribu ha per tahun, dan RHL CSR BUMN dan BUMS 95 ribu ha per tahun. Serta, reklamasi dan rehabilitasi bekas tambang 47.250 ha per tahun.

Jika target LDN 30 tahun, Putera melanjutkan, masih diperlukan tambahan rehabilitasi hutan dan lahan seluas 9 juta ha. Jika dikonversi dengan angka, nilai luas lahan itu setara dengan USD9 miliar. 

"Dalam rangka perbaikan tata kelola, telah diinisiasi corrective action untuk kegiatan rehabilitasi lahan kritis di dalam kawasan hutan tahun 2019 seluas 230 ribu ha," kata Putera.

Pemerintah, kata Putera, terus berupaya menyelesaikan permasalahan lahan kritis melalui berbagai program seperti rehabilitasi, reboisasi, pembangunan persemaian permanen, Kebun Bibit Rakyat serta pembuatan bangunan Konservasi Tanah dan Air.

Termasuk, meminta kepada seluruh BUMN, BUMD, dan BUMS untuk mengalokasikan sepuluh persen dana CSR. Serta meminta seluruh gubernur, bupati, dan/atau walikota untuk mengalokasikan satu persen dana APBD untuk kegiatan penanaman dan pemeliharaan pohon.

"Juga merevitalisasi 108 daerah aliran sungai (DAS) prioritas, 15 danau prioritas, 29 bendungan prioritas, serta 13 provinsi sentra padi, dan secara keseluruhan tersebar di 352 kabupaten/kota 34 provinsi," ujarnya.

Degradasi Bikin Rugi

Degradasi lahan juga menyebabkan kerugian materi. Berdasarkan peta erosi global yang dirangkum KLHK, Indonesia termasuk negara dengan laju sedimentasi terbesar di dunia, yaitu lebih dari 250 ton per km persegi (km2) per tahun.

Dinamika penggunaan lahan yang terjadi cenderung mempercepat peningkatan proses-proses seperti pelapukan, erosi, dan pengendapan/sedimentasi.

"Berbagai bentuk kerugian pun mengadang kita. Kerugian ekonomi akibat erosi di Pulau Jawa tahun 2005 sebesar US$400 juta per tahun. Itu saja 13 tahun yang lalu," kata Putera.

Tingginya laju sedimentasi itu, kata Putra, berakibat menurunnya produktivitas lahan dan peningkatan frekuensi bencana hidrometeorologis, seperti banjir, longsor hingga puting beliung.

Laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2016 menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah kejadian bencana hidrometeorologis di Indonesia hingga 16 kali Iebih tinggi dibanding tahun 2002. 

Hal itu juga berdampak terhadap ketersediaan air bersih. Berdasarkan laporan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tahun 2015, secara total kuantitas air seluruh pulau di Indonesia terjadi surplus sebesar 449.045 juta meter kubik. Namun, untuk Jawa dan Bali terjadi defisit sebesar 105 milyar meter kubik dan Nusa Tenggara defisit sebesar 2,3 miliar meter kubik.

"Dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata 1,8 persen per tahun serta laju kerusakan hutan dan lahan yang cenderung tinggi, dapat dibayangkan krisis sumber daya air yang terjadi saat ini dan masa mendatang," kata Putera.

Saat ini, kata Putera, sekitar 1,9 miliar orang di dunia hidup di daerah yang terancam krisis air. Sebanyak 1,8 miliar orang mengonsumsi air yang tidak layak minum karena terkontaminasi zat pencemar. 

"Secara global, 80 persen air limbah dibuang ke alam tanpa melalui proses pengolahan," kata Putera.

Dengan demikian, Putera menyebut jumlah orang yang berisiko terdampak bencana hidrometeorologis akan meningkat dari 1,2 miliar saat ini ke 1,6 miliar pada tahun 2050. 

Menurutnya, kondisi alam Indonesia memiliki lahan yang subur dan sumber daya alam sedemikian kaya. Namun, proses perubahan fisik dan kimia di permukaan dataran Indonesia cenderung intensif. 

"Artinya negara kita, jika sedikit saja salah tata kelola, proses degradasi lahan akan terjadi dan cenderung meluas," ujarnya.

Untuk mengurangi degradasi lahan, salah satu upaya yang dilakukan KLHK saat ini adalah merevitalisasi 108 daerah aliran sungai (DAS) prioritas, 15 danau prioritas, 29 bendungan prioritas, serta 13 provinsi sentra padi, dan secara keseluruhan tersebar di 352 kabupaten/kota 34 provinsi.*



Loading...


[Ikuti IDNJurnal.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar

Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0813-6567-1385
atau email ke alamat : [email protected] / [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan IDNJurnal.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan
Loading...