Hukrim

KPK Minta Presiden-DPR Buat UU Atur Larangan Eks Koruptor Maju Pilkada

Ilustrasi.(sumber;internet)

JAKARTA - KPU tak membuat PKPU yang melarang mantan narapidana kasus korupsi untuk maju di Pilkada 2020 dan berharap larangan itu masuk di UU Pilkada. Senada dengan KPU, KPK juga berharap ada UU yang mengatur larangan itu.

"Maka harus diatur di undang-undang. Maka mestinya Presiden bersama DPR secara serius melihat ini. Jadi kalau memang serius membatasi para terpidana kasus korupsi menjadi calon kepala daerah maka mestinya Presiden dan DPR yang harus membuat undang-undangnya untuk membatasi tersebut," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (10/12/2019).

Sebab, menurut Febri, KPU sebenarnya sudah berupaya semaksimal mungkin membuat peraturan yang membatasi hak para eks narapidana maju Pilkada. Namun, aturan itu dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA)

"Yang kami lihat KPU sebenarnya sudah berupaya. dulu ada peraturan KPU yang membatasi hak narapidana kasus korupsi untuk menjadi kepala daerah. Tapi kemudian dibatalkan di Mahkamah Agung dan salah satu pertimbangan sekira pada saat itu adalah karena soal pembatasan terkait HAM ini," ujarnya.

Untuk itu, Febri menyebut kini tinggal menunggu keseriusan sikap Presiden dan DPR dalam upaya pembatasan eks narapidana koruptor maju Pilkada. Menurut Febri, keseriusan itu bisa dilihat dari pembentukan peraturan perundangan-undangan untuk mengatur larangan itu.

"Jadi bisa dikatakan bolanya ada di tangan Presiden dan DPR. Sebenarnya kalau kita bicara soal bagaimana merumuskan Pilkada yang lebih berintegritas dengan misalnya membatasi calon terkait dengan narapidana kasus korupsi, itu di sisi pembentukan peraturan perundang-undangan," ucapnya.

Selain itu, Febri mengatakan KPK juga berupaya semaksimal mungkin menuntut para kepala daerah yang terlibat korupsi dengan hukuman pencabutan hak politik. Hal itu dilakukan agar publik tidak terbebani dengan pilihan kepala daerah yang merupakan eks napi koruptor.

"Kalau ada kepala daerah yang terlibat dalam kasus korupsi maka kami juga menuntut pencabutan hak politik, misalnya 5 tahun setelah putusannya selesai dilaksanakan. Sehingga harapannya publik bisa lebih dalam 'terbebaskan' untuk beban memilih para terpidana kasus korupsi selama jangka waktu tertentu. Tapi domain kewenangan penindakan KPK tentu hanya sebatas itu," tuturnya.

Sebelumnya, PKPU (Peraturan KPU) Nomor 18 Tahun 2019 yang mengatur pencalonan dalam Pilkada 2020 telah terbit. KPU yang sebelumnya berupaya memasukkan aturan agar eks koruptor dilarang maju pilkada pada akhirnya tidak mencantumkannya dalam PKPU itu.

Sebab, bila KPU tetap memasukkan terobosannya dalam PKPU, ketentuan tersebut melebihi amanat yang tertuang dalam Pasal 7 ayat (2) huruf g dan penjelasan pasal 7 ayat (2) huruf g UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Aturan itu telah dikuatkan pula dalam putusan MK Nomor 42/PUU-XIII/2015. Putusan MK itu menyebutkan mantan terpidana dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah sepanjang mengemukakan secara terbuka dan jujur kepada publik sebagai mantan terpidana.

Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik mengatakan pihaknya tetap melarang eks napi korupsi maju pilkada, namun hal ini dilakukan melalui imbauan kepada parpol. Dia juga berharap larangan tersebut nantinya dapat dimasukkan dalam UU Pilkada.

"Iya kita berharap itu kan di masukan dalam UU. KPU tetap dalam prinsipnya melarang, ingin melarang napi untuk maju sebagai kepala daerah. Tapi kami minta kepada parpol, untuk mengutamakan yang bukan napi koruptor," ujar Evi.*



Loading...


[Ikuti IDNJurnal.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar

Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0813-6567-1385
atau email ke alamat : [email protected] / [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan IDNJurnal.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan
Loading...