News

Ternyata Asal Hijab Bukan dari Arab, Lalu Dari Mana?

Ilustrasi.(sumber;internet)

JAKARTA - Fenomena hijrah dalam artian mengubah diri ke arah yang lebih baik sangat terasa di kalangan Muslim Indonesia. Salah satu tandanya adalah semakin banyaknya muslimah yang mengenakan hijab.

Hijab tak lagi dianggap sekedar penutup aurat sebagaimana dalam syariat Islam. Namun hijab sudah berkembang sebagai bagian dari fashion. Lalu tahukah Anda, ternyata hijab bukan berasal dari Arab.

Dikutip dari Buku berjudul Ketika Fikih Membela Perempuan, Halaman 42-43 yang ditulis Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA, menurut De Vaux dalam Sure le Voile des Femmes dans I'Orient Ancient, tradisi jilbab (veil) dan pemisahan perempuan (seclution of woman) bukan tradisi orisinal bangsa Arab, bukan juga bagian tradisi Talmud dan Bibel.

Tokoh-tokoh penting di dalam Bibel, seperti Rebekah yang mengenakan jilbab berasal dari etnik Mesopotamia, dimana jilbab memang menjadi pakaian adatnya.

Jilbab semula bagian dari tradisi Mesopotamia-Persia, dan pemisahan laki-laki dan perempuan merupakan tradisi Hellinistik-Bizantium. Jilbab juga pernah menjadi wacana dalam Code Bilalama (3000 SM), berlanjut di dalam Code Hammurabi (2000 SM) dan Code Asyiria (1500 SM).

Ketentuan penggunaan jilbab sudah dikenal di beberapa kota tua seperti Mesopotamia, Babilonia, dan Asyiria. Dan menyebar menembus batas-batas geokultural, tidak terkecuali bagian utara dan timur jazirah Arab, seperti Damaskus dan Baghdad, yang pernah menjadi ibu kota politik Islam zaman Dinasti Mu'awiah dan Abasiah.

Institusionalisasi jilbab dan pemisahan perempuan, semakin mengkristal ketika dunia Islam bersentuhan dengan peradaban Hellenisme dan Persia di kedua kota penting tersebut.

Ketika perang antara Romawi-Byzantium dan Persia berlangsung, rute perdagangan antarpulau mengalami perubahan untuk menghindari akibat buruk wilayah peperangan. Di beberapa pesisir jazirah Arab tiba-tiba menjadi kota penting sebagai wilayah transit perdagangan. Wilayah ini juga menjadi alternatif pengungsian dari daerah yang bertikai.

Globalisasi peradaban secara besar-besaran terjadi di masa ini. Kultur Hellenisme-Byizantium dan Mesopotamia-Sasana ikut menyentuh wilayah Arab yang tadinya merupakan geokultural tersendiri.

Pada periode ini, perempuan terhormat harus menggunakan jilbab di ruang publik. Jilbab juga menjadi alternatif pengungsian dari daerah yang tadinya merupakan pakaian pilihan (occasional costum), mendapatkan kepastian hukum (instutionalize), pakaian wajib bagi perempuan Islam.

Pakaian penutup kepala bagi perempuan di Indonesia, semula lebih umum dikenal dengan kerudung. Baru pada permulaan tahun 1980-an menjadi lebih populer dengan istilah jilbab. Jilbab bukan lagi fenomena kelompok sosial tertentu, tetapi sudah menjadi fenomena seluruh lapisan masyarakat.

Maraknya penggunaan jilbab dalam masyarakat sekarang, dianggap sebagai sesuatu hal yang wajar, tidak perlu dikonotasikan dengan sesuatu yang bersifat ideologis. Karena jilbab sebagai pakaian penutup aurat telah menjadi bagian tak terpisahkan dengan ajaran Islam yang dianut sebagian besar masyarakat bangsa Indonesia.*



Loading...


[Ikuti IDNJurnal.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar

Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0813-6567-1385
atau email ke alamat : [email protected] / [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan IDNJurnal.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan
Loading...