"Dari lingkungan ini bisa kita pecah jadi beberapa dan yang paling besar presentasenya adalah diet atau asupan makanan yakni sekitar 30-35 persen," kata Nadia dalam seminar media di kantor pusat Yayasan Kanker Indonesia (YKI), di Menteng, Jakarta Pusat.
Sementara itu Ketua Umum YKI Prof. Dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD- KHOM, FACP, FINASIM, menjelaskan bahwa kanker kolorektal juga berhubungan erat dengan gaya hidup
Budaya instan membuat orang kerap mengonsumsi makanan cepat saji yang kaya lemak. Padahal sistem pencernaan memerlukan asupan makanan yang kaya serat seperti sayur dan buah.
Konsumsi makanan dengan lemak berlebih dapat memicu radang kolon dan dapat menimbulkan kondisi lebih buruk bagi kanker kolorektal. lemak dapat memicu keluarnya asam empedu secara berlebih.
"Pencernaan akan melambat dan asam empedu bertahan cukup lama di usus,padahal asam ini bersifat iritatif," lanjutnya.
Hidup malas bergerak
Lebih lanjut, Profesor Aru juga menyebut bahwa gaya hidup sendetari yang membuat seseorang malas bergerak alias 'mager' juga bisa menjadi salah satu pemicu.
Sedenter adalah pola hidup menetap, yaitu pola kehidupan di mana manusia sudah terorganisasi dan berkelompok serta menetap di suatu tempat.