News

Polri : Satu Persen Masyarakat Kroscek Berita Hoax, Selebihnya Meneruskan

Ilustrasi.(sumber;internet)

JAKARTA - Kepala Bagian Diseminasi Biro Multimedia Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Komisaris Besar Polisi Heru Yulianto menyebut, hanya segelintir orang yang memeriksa kebenarannya ketika mendapatkan berita. Hal ini diketahui berdasar survei yang dilakukan Polri.

"Perilaku masyarakat menerima berita kemudian memeriksa kebenarannya hanya satu persen dari jumlah 130 juta penduduk yang terhubung dengan internet. 15 persen menghapus atau mendiamkan, kemudian 48 (persen) meneruskan. Ini yang mengkhawatirkan," kata Heru di Bandung, Kemarin.

Polri sendiri punya cara bagi masyarakat untuk menghantam hoax. Cara itu disebut 4 C yaitu, cermati, cek, cari, dan cepat melakukan klarifikasi pada berita yang diterima sebelum disebarkan lagi. Heru mengatakan, sejak Undang-undang ITE Nomor 11 Tahun 2008 hadir, polisi disibukkan dengan kejahatan dunia maya.

Di Indonesia, Polri melakukan langkah preventif, baru represif. Pertama-tama polisi mencari akun-akun yang berisi konten negatif. Kemudian, dicari tahu apakah akun tersebut akun palsu atau tidak, hal ini disebut profiling.

Setelah itu, polisi melakukan edukasi ke masyarakat dengan cara memberi informasi. Polisi kemudian melakukan reporting terhadap konten itu untuk di-down. Polisi akan bekerjasama dengan Kementerian Kominfo bila akun sulit untuk di-down.

Heru mengajak masyarakat turut serta jadi polisi di media sosial, minimal melaporkan bila mendapat konten negatif atau disebut social media policing. Selanjutnya polisi akan melakukan penegakan hukum dengan UU ITE dan UU hukum pidana lain.

“Hoax kita stempel, kita viralkan lagi (untuk menegaskan kalau berita yang tersebar adalah hoax sehingga masyarakat tidak tertipu lagi)," ujarnya.

Dia menegaskan, polisi tidak pernah tidur melakukan patroli siber. Untuk itu, jangan coba-coba menyebar hoax. Para pelaku penyebaran hoax pasti akan terendus meski hoax yang mereka sebarkan telah dihapus. Sebab ada jejak digital yang ditinggalkan dan itu tidak bisa hilang sehingga pelaku akan ditemukan.

"Yang sebarkan (hoax) juga kena sanksi turut serta. Pelaku utama (hukuman) 6 tahun, (jika ikut sebarkan hukumannya) sepertiga (yaitu) 2 tahun," kata dia.

"Kuncinya literasi media sosial. Kita mudah menemukan konten hoax. Klarifkasinya gampang pakai search engine. Jika tidak ada juga, klarifikasi ke instansi terkait," ujarnya.*



Loading...


[Ikuti IDNJurnal.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar

Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0813-6567-1385
atau email ke alamat : [email protected] / [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan IDNJurnal.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan
Loading...