Trashod

3 Takjil Ramadan Ini Hanya Dijumpai di Yogyakarta

Ilustrasi. (sumber;internet)

SLEMAN - Berbagi jajanan khas seringkali hadir saat bulan Ramadan. Khususnya di Yogyakarta, ada beberapa panganan yang sangat jarang dijumpai kalau bukan di bulan puasa.

Kehadiran panganan kecil ini bisa menggantikan takjil yang selama ini didominasi oleh aneka kolak, bubur atau puding. Bahkan, dari jenis itu ada yang hanya dibuat dan dijual saat bulan suci Ramadan. Berikut tiga makanan tradisional yang hadir dan sangat nikmat disantap saat berbuka :

1. Kicak


Kicak boleh dikatakan menjadi takjil legendaris lantaran hanya dibuat dan dijual saat bulan suci Ramadan. Masyarakat mengenal panganan ini sebagai takjil asli Kauman, sebuah kampung legendaris di Jalan Ahmad Dahlan.

Cita rasa Kicak sangat khas dan mencerminkan selera lidah masyarakat Yogyakarta. Terbuat dari beras ketan atau jadah yang dicampur gula pasir membuat Kicak terasa lembut sekaligus manis di lidah. Taburan kelapa parut yang sedikit asin membuat rasanya semakin gurih.

Kudapan khas Kampung Kauman ini terbuat dari nasi ketan yang telah ditumbuk halus menjadi jadah. Jadah ini kemudian dicampur dengan gula, parutan kelapa, pandan, serta irisan buah nangka. Rasa jadah yang gurih dipadukan dengan kerenyahan parutan kelapa dan gula yang terasa manis. Yang membuat istimewa tentu adalah potongan nangka dan daun pandan sehingga aroma Kicak sangat menggoda sebagai menu pembuka saat berbuka puasa.

Awalnya Kicak ini diproduksi oleh Mbah Wono di Kampung Kauman sejak tahun 1950. Konon, saat itu Mbah Wono hanya coba-coba membuatnya di usia 18 tahun dan ternyata banyak yang menyukai makanan ini. Kemudian, tradisi membuat Kicak saat bulan puasa ini diturunkan kepada anaknya hingga saat ini Dulu, Kicak dibungkus dengan daun kelapa, seiring perkembangan zaman dan demi kepraktisan, Kicak saat ini banyak dijual dalam bungkusan mika.

2. Kipo


Di Kotagede ada satu jajanan pasar unik yang barangkali masih asing bagi kebanyakan orang, namanya adalah Kipo. Kipo terbuat dari adonan tepung ketan yang dibentuk bulatan pipih dan diberi isi enten-enten (parutan kelapa yang dimasak dengan gula jawa). Cara memasak Kipo agak lain dengan umumnya kue tradisional Jawa, yakni dengan cara dipanggang.

Awal mula disebut Kipo adalah kue yang datang dari masa lalu ini ditanyakan oleh banyak orang dengan 'Iki opo'. Pertanyaan yang kerap muncul tersebut akhirnya menjadikan lebel kue unik ini dan bisa diterima oleh masyarakat Jogja.

Memiliki bentuk lonjong, tekstur kenyal, dan juga warnanya yang kehijauan serta isiannya yang terdiri dari parutan kepada dan gula jawa cair. Bahan utama dari kue ini adalah tepung beras yang juga dicampur oleh tepung ketan. Adonannya kemudian dicampur dengan parutan kelapa, daun suji, dan pewarna hijau alami serta daun pandan. Tujuannya untuk menimbulkan aroma harum khas makanan unik ini.

Adonannya kemudian dicetak pada piring tanah liat lalu dipanggang dengan alas daun pisang. Setelah hampir masak, adonan parutan kelapa dimasukan bersama dengan gula jawa dan dilipat menjadi dua lalu dipanggang lagi hingga matang.

Kipo yang terkenal adalah Kipo Bu Djito Kotagede, karena beliaulah yang pertama kali mengenalkan Kipo kepada masyarakat tahun 1946 dan sekarang usaha tersebut diteruskan oleh anaknya.

3. Jadah Manten


Jajanan khas ini layak menjadi hidangan pembuka (takjil) yang orang belum tentu mengenalnya. Makanan berbahan dasar beras ketan ini sekilas memiliki komposisi yang mirip seperti lemper, hanya saja bentuk penyajiannya dibuat berbeda. Jadah manten memiliki komposisi bahan seperti beras ketan, santan, daging ayam atau sapi sebagai isian.

Setelah beras ketan dan santan dikukus hingga matang, adonan kemudian diberi isian cacahan daging ayam atau daging sapi yang sudah diberi bumbu-bumbu kemudian dibungkus dengan kulit dadar. Setelah itu kemudian adonan dilipat dan dijepit dengan tangkai bambu.

Pada ujung tangkai bambu tersebut disematkan potongan kacang panjang atau buncis yang berfungsi sebagai pengunci jepitan. Langkah terakhir adalah membakar jadah manten yang sudah dijepit dengan tangkai bambu tersebut di atas bara arang hingga mengeluarkan aroma yang khas. Jadah Manten memiliki rasa yang gurih, perpaduan antara campuran santan serta isian daging di dalamnya.

Panganan ini dahulu merupakan cemilan kegemaran Sultan Hamengku Buwono VIII. Dalam perkembangannya, tak hanya kalangan yang tinggal di dalam keraton saja yang dapat menikmati makanan bercita rasa gurih ini, masyarakat luas yang berada di luar keraton pun akhirnya dapat menikmatinya pula.

Jadah Manten biasanya disajikan ketika ada acara pernikahan. Makanan ini biasanya dibawa oleh pihak pengantin laki-laki saat bertemu dengan mempelai perempuan. Jadah manten biasanya diisi dengan daging ayam atau sapi dan dimasak dengan dibakar atau dipanggang di atas api. Aroma yang keluar dari bakaran jadah ini sangat harum

Jadah Manten sendiri memiliki makna agar kedua mempelai yang melangsungkan pernikahan dapat awet dan senantiasa lengket, seperti sifat dan tekstur dari olahan jadah tersebut. Bagi yang penasaran dengan rasa dari olahan Jadah Manten ini, tak perlu harus menunggu ada acara pernikahan karena anda dapat menemukan jajanan tradisional ini di Pasar Kotagede, khususnya di lapak pedagang yang menjual aneka jajanan pasar.*



Loading...


[Ikuti IDNJurnal.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar

Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0813-6567-1385
atau email ke alamat : [email protected] / [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan IDNJurnal.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan
Loading...